Kependudukan Herman Willem Daendles
Kebijakan dalam pemerintahan kerajaan Belanda yang dikendalikan oleh Perancis sangatlah terlihat disaat Gubernur Jendral Herman Willem Daendles yang menjabat pada 1808 sampai dengan 1811. Tokoh yang lahir di Perancis ini mengemban tugas utamanya untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan pasukan Inggris. Dalam upayanya mempertahankan Pulau Jawa dari Inggris, Herman Willem Daendles menerapkan kebijakan-kebijakan berikut ini.1. Membuat jalan pos Anyer-Panarukan yang menghubungkan Anyer di Jawa Barat sampai dengan Panarukan di Jawa Timur dengan panjang kurang lebih 1000km,
2. Membentuk pasukan tentara,
3. Mendirikan benteng,
4. Mendirikan pabrik mesiu dan senjata di Semarang dan Surabaya,
5. Membangun rumah sakit tentara,
6. Mendirikan pelabuhan di Anyer dan Ujung Kulon,
7. Membuat perahu-perahu kecil untuk mendukung kepentingan perang.
Gubernur Jendral Herman Willem Daendles dikenal dengan sifatnya yang keras, disiplin dan kejam. Herman Willem Daendles dalam mendapatkan sokongan dana untuk menghadapi Inggris, Herman Willem Daendles menerapkan beberapa kebijakan seperti berikut ini.
1. Melaksankan contingenten, yaitu pajak yang berupa hasil bumi,
2. Menerapkan prianger stelsel, yaitu kewajiban rakyat Priangan untuk menanam tanaman kopi,
3. Menerapkan verplichte leverentie, yaitu kewajiban menjual hasil bumi kepada pemerintah Belanda dengan harga yang sudah ditetapkan,
4. Kerja rodi, yaitu sistem kerja paksa bagi kaum pribumi.
Kerajaan Belanda di bawah kekuasaan Raja Louis Napoleon dihapuskan oleh Kaisar Napoleon Bonaparte pada tahun 1810, sehingga negara Belanda dijadikan wilayah kekuasaan Perancis. Dengan demikian wilayah jajahan Belanda di Indonesia menjadi wilayah jajahan Perancis.
Pada tahun 1811 Daendles dianggap sangat otoriter oleh Kaisar Napoleon sehingga Daendles harus ditarik kembali ke Belanda dan digantikan oleh Gubernur Jendral Janssens. Dalam berkuasa Gubernur Jendral Janssens tidak sekuat dan tidak secakap memimpin seperti Daendles dalam melaksanakan tugasnya, bahkan saat Inggris menyerang Pulau Jawa, ia menyerah dan menandatangani Perjanjian Tuntang pada 1811 di Semarang.
Dalam melaksanakan tugas Daendles memiliki kebijakan-kebijakan yang berpengaruh dalam kehidupan masyarakat seperti berikut ini.
1. Adanya contingenten, verplichte leverentie, dan prianger stelsel,
2. Membangun jalan Anyer-Panarukan,
3. Membangun pelabuhan dan membuat kapal perang berukuran kecil,
4. Menerapkan kerja paksa rodi,
5. Menjual tanah rakyat terhadap pihak swasta,
6. Melarang penyewaan desa, kecuali untuk produksi gula, garam dan sarang burung,
7. Melarang pegawai pemerintah yang menerima gaji tetap dalam melakukan perdagangan.
Begitu kerasnya kebijakan yang menindas dan memeras rakyat diterapkan di Nusantara membuat banyak rakyat yang antipati terhadap Gubernur Jendral Herman Willem Daendles. Berikut dampak yang terjadi atas kebijakan Gubernur Jendral Herman Willem Daendles yang menindas dan memeras rakyat.
1. Kebencian yang mendalam baik dari kalangan penguasa maupun rakyat,
2. Lengsernya Daendles,
3. Penderitaan atas kemiskinan yang berkepanjangan,
4. Adanya tanah partikelir yang dikelola oleh pengusaha swasta,
5. Perlawanan oleh penguasa maupun rakyat.
Gubernur Jendral Herman Willem Daendles dilengserkan dikarenakan suatu hal seperti berikut ini.
1. Gubernur Jendral Herman Willem Daendles melanggar undang-undang negara dengan melakukan penyimpangan dengan menjual tanah rakyat ke perusahaan swasta,
2. Gubernur Jendral Herman Willem Daendles mempunyai sikap yang tidak harmonis terhadap penguasa lokal dan rakyat setempat, hal ini dapat mengakibatkan rakyat Nusantara akan memihak Inggris.
Kependudukan Thomas Stamford Raffles
Perjanjian Tuntang tahun 1811 di Semarang dengan menyerahnya Belanda kepada Inggris mengawali pendudukan kolonial Inggris di Indonesia. Sebagai awal pendudukan kolonial Inggris di Indonesia, Thomas Stamford Raffles diangkat menjadi Letnan Gubernur East India Company atau biasa disingkat EIC di Nusantara dan menjabat pemerintahan selama 5 tahun dari tahun 1811 sampai dengan 1816 dengan membawa perubahan yang berasaskan liberalisme.Thomas Stamford Raffles dalam memerintah di Nusantara mengadakan beberapa perubahan diantaranya dalam bidang ekonomi dan pemerintahan. Seperti contohnya kebijakan Daendles dahulu yang dikenal dengan contingenten diubah oleh Thomas Stamford Raffles dengan sistem sewa tanah atau landrent yaitu para petani maupun rakyat harus membayar pajak sebagai uang sewa karena semua tanah dianggap milik negara.
Selain kebijakan landrent, Thomas Stamford Raffles juga menerapkan beberapa kebijakan di Nusantara,antara lain sebagai berikut.
1. Membagi wilayah jawa menjadi 16 karisidenan,
2. Menetapkan tanah sebagai milik negara serta mengenakan biaya sewa kepada rakyat,
3. Menghapus prianger stelsel, kerja paksa, dan menghentikan perbudakkan,
4. Menerapkan sistem pemerintahan dan kehukuman seperti di Inggris,
5. Mengangkat bupati menjadi pegawai pemerintahan,
6. Menghapus hukum turun-temurun,
7. Memberikan kebebasan kepada rakyat untuk menanam tanaman sendiri akan tetapi tanaman yang ditanam harus dapat diperdagangkan.
Seiring berjalanannya waktu pemerintahan yang dipimpin oleh Thomas Stamford Raffles menunjukkan bahwa penerapan kebijakan landrent di Nusantara gagal, adapun beberapa faktor yang membuat kebijakan ini gagal.
1. Banyaknya masyarakat pedesaan belum terbiasa dengan sistem uang,
2. Sulit menentukan luas dan tingkat kesuburan tanah,
3. Sulit menentukan besarnya pajak yang dikenakan kepada pemilik tanah yang luasnya berbeda,
4. Kurangnya jumlah tenaga pegawai.
Tindakan Thomas Stamford Raffles yang membagi wilayah Jawa menjadi 16 karisidenan, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pengawasan terhadap daerah yang dikuasai dengan menempatkan seorang residen dan dibantu oleh asisten residen disetiap karisidenannya.
Selain itu Thomas Stamford Raffles juga memberikan dampak positif bagi Indonesia, seperti halnya.
1. Merintis kebun raya Bogor,
2. Menemukan bunga Rafflesia Arnoldi,
3. Menyusun buku yang berjudul History Of Java,
4. Menerapkan sistem pengadilan yang didasarkan oleh pengadilan Inggris.
Thomas Stamford Raffles harus mengakhiri pemerintahannya di Nusantara akibat perubahan politik yang terjadi di Eropa. Napoleon Bonaparte harus menyerah kepada Inggris pada 1814 yang mengakibatkan Belanda lepas dari kendali Perancis, kemudian Belanda dan Inggris mengadakan pertemuan di London, Inggris. Pertemuan yang dikenal dengan Convention Of London 1814 berisikan Belanda memperoleh kembali daerah jajahannya yang dulu direbut Inggris. Status Indonesia dikembalikan sebagaimana dulu sebelum perang, yaitu di bawah kekuasaan Belanda.
Thomas Stamford Raffles sebenarnya tidak setuju akan keputusan Convention Of London 1814, ia harus meletakkan jabatannya kepada Letnan Gubernur John Fendall. Baru pada 1816 John Fendall memberikan wilayah Indonesia kepada Belanda.
Penempatan Belanda 2
Belanda mengambil alih kekuasaan setelah kependudukan Inggris di Nusantara pada tahun 1814. Belanda memang menang dalam peperangan namun Belanda juga menang dalam kerugian, karena Belanda menang disaat keadaan keuangan Belanda menunjukkan titik minus. Selanjutnya Belanda memerintahkan tokoh-tokoh di negara Vassal untuk memperbaiki keadaan keuangan Belanda.Belanda mengirim Van Der Capellen ke Nusantara pada 1816 dengan mengemban tugas pada 1817 sampai dengan 1830 untuk menyelesaikan masalah keuangan negara Belanda yang minus dan beban utang yang menumpuk dengan menerapkan kebijakan ekonomi dan politik yang menganut paham liberal. Kalangan konservatif menganggap bahwa seiring dengan kesulitan ekonomi yang menimpa Belanda, maka dianggap kebijakan ekonomi dan politik liberal gagal. Kaum liberal dan kaum konservatif silih berganti dalam mendominasi pemerintahan, keadaan ini juga berdampak dalam ekonomi dan politik di Nusantara.
Belanda sendiri ada 2 paham yang memiliki pendapat yang berbeda yaitu antara lain.
1. Paham konservatif,
Memiliki keyakinan bahwa tanah jajahan akan memberikan keuntungan bagi Belanda apabila urusan ekonomi dipegang langsung oleh pemerintah.
2. Paham liberal.
Memiliki keyakinan bahwa tanah jajahan akan memberikan keuntungan bagi Belanda apabila urusan ekonomi dipegang sepenuhnya oleh swasta tanpa campur tangan pemerintah.
Van Der Capellen gagal menjatuhkan kaum liberal, di parlemen dan pemerintahan sudah dikuasai dan didominasi oleh kaum konservatif. Kebijakan ekonomi dan politik konservatif mulai diterapkan di Nusantara pada masa Gubernur Jendral Van Den Bosch. Kebijakannya seperti pada 1830 yang menerapkan aturan kerja rodi atau kerja paksa yang dikenal dengan sebutan cultuurstelsel yaitu rakyat dipaksa untuk bekerja dan menanam tanaman yang laku diperdagangan internasional seperti kopi, teh, lada, kina dan tembakau tanpa imbalan.
Praktek kebijakan cultuurstelsel diterapkan agar mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dalam waktu yang singkat sehingga Belanda dapat menutup semua utang-utang yang dimilikinya serta mengembalikan keuangan Belanda pada kurva positif. Dalam prakteknya cultuurstelsel terdapat peraturan yang harus dilaksanakan oleh rakyat seperti berikut ini.
1. Pelaksanaan cultuurstelsel diserahkan sepenuhnya kepada kepala desa,
2. Lahan tanaman wajib bebas pajak, karena hasil dari lahan tersebut disetor kepada pihak Belanda sebagai pajak,
3. Rakyat yang tidak memiliki tanah, diharuskan bekerja selama 66 hari lamanya dalam setahun di dalam perkebunan atau perusahaan milik pemerintah,
4. Apabila terjadi gagal panen atau kerusakan menjadi tanggung jawab pihak pemerintah,
5. Rakyat memiliki kewajiban menyisihkan 1/5 dari lahan garapannya untuk ditanami tanaman wajib,
6. Tenaga dan waktu untuk menggarap tanaman wajib tidak boleh lebih dari waktu untuk menanam padi,
7. Apabila terjadi kelebihan hasil panen dari jumlah yang ditentukan maka akan dikembalikan.
Bila ditinjau dengan cermat peraturan dalam kebijakan cultuurstelsel apabila dilaksanakan akan menjadi sebuah peraturan yang baik, akan tetapi dalam pelaksanaan cultuurstelsel banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan didalamnya, seperti berikut ini.
1. Apabila terjadi gagal panen ditanggung petani,
2. Rakyat memiliki kewajiban memberikan lebih dari 1/5 lahan garapannya sebagai cadangan apabila hasil kurang menguntungkan,
3. Apabila terjadi kelebihan hasil panen tidak dikembalikan,
4. Rakyat yang tidak memiliki tanah, diharuskan bekerja selama lebih dari 66 hari lamanya dalam setahun di dalam perkebunan atau perusahaan milik pemerintah,
5. Lahan tanaman wajib tetap ditarik pajak.
Cultuur procenten menjadi penyebab terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan cultuurstelsel dimana banyak dari kepala desa yang tergiur oleh iming-iming cultuur procenten, yaitu hadiah dari pemerintah untuk kepala desa apabila dapat menyerahkan hasil panen melebihi ketentuan yang sudah ditetapkan tepat waktu.
Hal tersebut yang menyebabkan para penguasa semakin gencar dalam menekan rakyat untuk lebih keras dalam bekerja menghasilkan tanaman wajib, sehingga para penguasa mendapatkan hasil yang lebih dari yang sudah ditetapkan dan memperoleh hadiah serta pujian dari pemerintah Belanda. Hal ini mengakibatkan kesengsaraan dan penderitaan bagi rakyat pribumi yang ditindas dengan semena-mena, daerah-daerah yang mengalami penderitaan diantaranya berikut ini.
1. Lembah Sala, meliputi Madiun, Surakarta, dan Yogjakarta,
2. Lembah Brantas, meliputi Besuki, Kediri, dan Surabaya,
3. Sumatera Barat,
4. Priangan,
5. Jepara dan Tuban.
Dengan hanya kurun waktu 40 tahun dari tahun 1830 sampai dengan 1870 Belanda berhasil menutup utang-utangnya yang hanya 33 juta gulden, namun dari kinerja Van Den Bosch melalui cultuurstelsel mampu menghasilkan 823 juta gulden. Sehingga sisa dari hasil cultuurstelsel tersebut digunakan untuk membangun gedung-gedung dan jalan kereta api serta membangun fasilitas lainnya di Belanda. Keberhasilan tersebut membuat Van Den Bosch menjadi tokoh yang dianugerahi gelar De Graaf pada 1839 karena jasa-jasanya yang mampu memakmurkan dan mensejahterakan Belanda.
Kebijakan Pintu Terbuka
Pada tahun 1850 di Belanda diadakan pemilu yang dimenangkan oleh kaum liberal yang mengakibatkan kebijakan politik Belanda yang mencari keuntungan sebesar-besarnya ditentang oleh kaum liberalis dan humanitaris. Kaum liberal mencoba untuk memperbaiki kesejahteraan kehidupan rakyat yang berada di Nusantara yang menemui titik terang dengan dikeluarkan UU Agraria 1870.Dalam UU Agraria 1870 berisikan sebagai berikut ini.
1. Pengusaha dapat menyewa tanah dari gubernemen dengan jangka waktu 75 tahun,
2. Rakyat pribumi memiliki hak untuk memiliki tanah dan menyewakannya kepada pengusaha swasta,
Adapun tujuan dari pembentukkan UU Agraria 1870 sebagai berikut ini.
1. Memberikan perlindungan atas tanah rakyat pribumi agar tidak hilang,
2. Memberikan jaminan dan kesempatan pihak swasta untuk membuka usaha dalam bidang perkebunan di Nusantara.
Adapun tujuan dari UU Agraria 1870 adalah untuk mendukung pelaksanaan politik pintu terbuka dimana membuka Pulau Jawa untuk pihak swasta. Pihak Belanda juga memberikan keamanan dan kebebasan bagi pihak swasta untuk menyewa tanah bukan untuk membelinya. Hal ini agar tanah pribumi tidak jatuh ke tangan pihak swasta. Tanah tersebut dimaksudkan agar pihak swasta untuk menghasilkan tanaman-tanaman yang dapat diekspor ke Eropa.
Adapun undang-undang lainnya yang dikeluarkan oleh pihak Belanda yaitu UU Suiker Wet 1870 yang memiliki tujuan agar memberikan kesempatan bagi pengusaha perkebunan gula dalam mengembangkan usahanya. Berikut ini merupakan isi dari UU Suiker Wet 1870.
1. Semua perusahaan gula harus sudah diserahkan kepada swasta pada tahun 1891,
2. Dihapusnya perusahaan gula milik pemerintah secara bertahap.
Seiring waktu berjalan dengan adanya UU Suiker Wet 1870 dan UU Agraria 1870 semakin membuat banyak pihak swasta yang mau menginvestasikan modalnya di Nusantara dalam bidang perkebunan maupun pertambangan. Berikut ini beberapa perkebunan yang dikelola pihak asing di Nusantara.
1. Perkebunan teh di Jawa Barat dan Sumatera Utara,
2. Perkebunan karet di Sumatera Timur,
3. Perkebunan tebu di Jawa Tengah dan Jawa Timur,
4. Perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara,
5. Perkebunan tembakau di Deli, Sumatera Utara,
6. Perkebunan kina di Jawa Barat.
Adanya politik pintu terbuka yang diekspektasikan untuk menunjang kesejahteraan rakyat justru membuat rakyat pribumi semakin sengsara dengan eksploitasi besar-besaran terhadap sumber pertanian maupun tenaga manusia. Dampak pengaruh dari adanya UU Agraria 1870 dalam kehidupan rakyat sebagai berikut ini.
1. Rakyat pribumi semakin menderita, sengsara, dan miskin,
2. Fasilitas perhubungan dan irigasi mulai dibangun,
3. Lahirnya pedagang perantara,
4. Rakyat pribumi mulai mengenal upah dengan uang,
5. Rakyat pribumi mulai mengenal barang impor dan ekspor.
Politik pintu terbuka yang memiliki ekspektasi membawa perubahan yang lebih baik bagi rakyat Nusantara, justru membuat semakin sengsaranya rakyat pribumi. Hal ini terjadi karena adanya eksploitasi agraria, yaitu tindakan semena-mena kaum swasta terhadap lahan yang disewa. Juga adanya eksploitasi manusia, yaitu tindakan yang menuntut para pekerja diwajibkan untuk bekerja keras untuk memenuhi perjanjian yang harus diberikan. Para pekerja yang didatangkan dari daerah padat dibohongi dengan janji manis, suatu janji manis agar mau dijadikam sebagai koeli oerdonat, yaitu panggilan bagi pekerja dari berbagai daerah. Para pekerja dipaksa untuk menandatangani perjanjian kontrak kerja di sebuah perusahaan penanaman komoditas dagang yang banyak merugikan bagi para pekerja. Dikarenakan banyaknya para pekerja yang buta huruf, sehingga memperlancar proses perekrutan koeli oerdonat.
Hal ini mengakibatkan banyaknya tokoh-tokoh yang mengkritik kebijakan Belanda yang menyengsarakan kaum pribumi, sehingga banyak muncul tokoh-tokoh yang mengkritisi kebijakan Belanda seperti berikut ini.
1. Eduard Douwes Dekker,
Dengan nama lain Multatuli yang merupakan kelahiran dari Belanda yang tinggal di Nusantara, ditulisnya Max Havelar pada tahun 1860 yang berisikan masyarakat petani menderita karena kebijakan yang sewenang-wenang dari Belanda.
2. Pieter Broosshooft,
Seorang kelahiran Belanda yang menjadi seorang wartawan di daerah Semarang, yang menuliskan suatu kritik yaitu tentang mengenai tanggapan Belanda yang acuh tak acuh terhadap penyakit kolera di Nusantara yang mulai menelan jiwa bagi para pekerja.
3. Theodore Van Deventer.
Seorang kelahiran Belanda yang merupakan seorang praktisi hukum Hindia Belanda yang selanjutnya menjadi seorang politikus. Ia menuliskan kritik pada sepucuk surat yang isinya pemerintah Belanda hendaknya melakukan sesuatu kepada kaum pribumi, jika tidak suatu hari nanti bendungan akan jebol dan lautan manusia akan menelan kalian semua. Theodore Van Deventer juga merilis sebuah tulisan Een Eereschlud atau dalam bahasa Indonesia adalah hutang kehormatan yang dimuat dalam majalah De Gids pada tahun 1899 yang berisikan bahwa pemerintah Belanda telah mengeksploitasi wilayah jajahan untuk membangun negerinya dan juga memperoleh keuntungan yang amat besar. Theodore Van Deventer mengungkapkan perlunya kewajiban moral balas budi terhadap kaum pribumi.
Dari banyaknya kritikan yang datang, terutama kritik Theodore Van Deventer yang membuat munculnya suatu kebijakan baru yaitu Triass Van Deventer sebagai perwujudan politik etis atau balas budi dari pemerintah Belanda terhadap Nusantara yang diterlaksana pada tahun 1901.