Kehadiran Portugis di Nusantara yang dilatar belakangi oleh peristiwa penjelajahan samudera oleh Portugis didasari oleh runtuhnya Konstatinopel oleh Turki Usmani tahun 1455 yang menyebabkan hilangnya pusat perdagangan, sehingga Portugis melaksanakan penjelajahan samudera untuk mencari pusat dari rempah-rempah. Hal ini menimbulkan terjadinya perlawanan rakyat di Nusantara terhadap Portugis.
Dengan adanya perjanjian Tordesilas tahun 1494 M menjadi awal penjelajahan samudera oleh Portugis pada abad 15. Dimana isi dari perjanjian tersebut ialah pembagian wilayah penjelajahan samudera antara Portugis melaksanakan penjelajahan samudera ke arah timur sementara Spanyol melaksanakan penjelajahan samudera ke arah barat.
Seorang tokoh pertama Portugis yang mengawali penjelajahan samudera yang bernama Batolomeus Diaz yang meskipun gagal, seiring berjalannya waktu di bawah pimpinan Alfonso De Alburqueque dapat sampai di Malaka tahun 1511 dan dapat menguasai kerajaan di Malaka dan melanjutkan perjalanannya ke Nusantara untuk mencari rempah-rempah, namun banyak sekali hambatan yang dihadapi, berikut ini hambatan yang dialami bangsa Portugis.
Perlawanan Kerajaan Malaka
Kerajaan Malaka merupakan sebuah kerajaan yang terletak di bagian ujung barat di Nusantara yang memiliki letak yang sangat strategis bagi para pedagang yang ingin singgah di pulau ini. Pada saat penjelajahan samudera bangsa Portugis yang sudah sampai di Kalkuta mendengar kabar bahwa di Malaka terdapat rempah-rempah yang banyak dan lebih murah. Oleh karena itu bangsa Portugis mengirimkan utusan Diogo Lopes De Sequeira untuk menjalin hubungan dengan Kerajaan Malaka.Pada tahun 1511 Portugis berhasil untuk menguasai Malaka yang harus mengalahkan perlawananan sengit dari Malaka, hingga Sultan Mahmud Syah yang menjadi pemimpin Malaka harus mengungsi ke pulau Bintan. Walaupun begitu rakyat Malaka tetap melakukan perlawanan yang dibantu oleh berbagai daerah di sekitar Malaka. Bantuan juga datang dari Demak yang dipimpin oleh Adipati Unus pada 1525 namun mengalami kegagalan, selain itu juga datang oleh Katir dari Jepara yang memberikan bantuan 1000 pasukan dan 100 kapal untuk membantu perlawanan Malaka atas Portugis, serta kerajaan muslim di Asia Barat Daya seperti Turki yang mengirimkan bantuan.
Perlawanan Kesultanan Demak
Pada tahun 1511 Kesultanan Demak sudah mendengar adanya kabar bahwa Malaka sudah dikuasai oleh Portugis, maka muncul kekhawatiran apabila Portugis sampai di Demak dan menguasai Kesultanan Demak. Maka dikirimlah Adipati Unus ke Malaka untuk mencegah dan memberikan perlawanan terhadap Portugis.Seiring waktu yang berjalan muncul sebuah kabar dari persekutuan Pajajaran, bahwa Portugis sudah sampai di Pulau Jawa. Hal ini mengakibatkan kekhawatiran Kesultanan Demak semakin memuncak, hingga akhirnya pada saat itu yang dipimpin oleh Sultan Trenggono mengutus Fatahilah pada 22 Juni 1527 yang berhasil menguasai Sunda Kelapa yang sebelumnya sudah dikuasai dan dibangun benteng oleh Portugis pada 1527. Sejak itulah nama Jayakarta menjadi pengganti nama Sunda Kelapa, yang berarti kemenangan yang gemilang.
Perlawanan Kesultanan Ternate-Tidore (Maluku)
Pada tahun 1521 datangnya bangsa Portugis dan Spanyol di Maluku yang khususnya di Ternate dan Tidore tidak hanya melakukan monopoli perdagangan saja akan tetapi bangsa tersebut juga melakukan pemaksaan dan kekerasan militer terhadap rakyat di Ternate dan Tidore. Selain itu juga banyak sekali permasalahan yang terjadi seperti pelanggaran terhadap perjanjian persahabatan dan dagang antara Gubernur Portugis De Mesquita dengan Sultan Ternate Khairun pada tahun 1564 yang dimana Sultan Khairun dianggap di bawah jajahan Portugis. Meskipun terjadi pembaharuan dari perjanjian yang menyebutkan, beberapa hak sultan diakui namun Portugis tetap melaksanakan monopoli perdagangan dalam hal rempah-rempah di Ternate dan juga usaha usaha pelaksanaan kristenisasi di wilayah Ternate tidak boleh dihalang-halangi serta apabila terjadi permasalahan atau perselisihan antara sultan dengan gubernur, maka akan diselesaikan oleh raja Portugis.Diakibatkan dari dianggapnya Kesultanan Ternate hanya sebagai tanah jajahan saja oleh Gubernur De Mesquita, membuat Sultan Khairun geram dan kehilangan kesabarannya setelah menempuh satu tahun perjanjian yang dilaksanakan. Oleh karena itu Sultan Khairun memutuskan perjanjian secara sepihak dan menyatakan perang terhadap Portugis dengan mengerahkan pasukan Sultan Khairun serta rakyatnya untuk mengusir orang yang beragama Kristen baik portugis maupun penduduk asli ke luar kekuasaan Kesultanan Ternate. Hal ini menyebabkan terjadi pertempuran yang memakan banyak korban dan banyak diantara orang Portugis dan penduduk yang beragama Kristen melarikan diri ke Ambon dan Mindanao.
Gubernur De Mesquita sempat dibuat marah oleh peristiwa ini bahkan meminta bantuan dari Goa dan Malaka. Hal ini tidak membuat pasukan di bawah pimpinan Sultan Khairun gentar, tetapi malah membuat semangat perjuangannya semakin berkobar yang didasari oleh semangat untuk mati syahid di medan pertempuran. Hal ini mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi pasukan Portugis, hingga akhirnya Sultan Khairun diajak untuk berdamai. Sultan Khairun menyetujui perdamaian tersebut dengan adanya syarat bahwa semua orang yang beragama Kristen harus ke luar dari Kesultanan Ternate yang selanjutnya disetujui oleh Sultan Khairun dan Gubernur De Mesquita. Acara perdamaian yang dilaksanakan pada 28 Januari 1570 harus berakhir tragis dimana pada saat acara tersebut 139 rakyat ternate termasuk Sultan Khairun tewas ditikam oleh tentara Portugis.
Setelah Sultan Khairun wafat digantikan posisinya oleh Babullah, mendengar kabar ayahnya Sultan Khairun yang tewas ditikam oleh tentara Portugis menimbulkan kemarahan anaknya Babullah. Ia melaksanakan perlawanan terhadap Portugis dengan bekerja sama dengan para sultan di sekitar Maluku seperti Tidore, Ambon, dan Gowa. Akhirnya tentara Portugis menyerah kepada Sultan Babullah pada 1575 setelah benteng Portugis terkurung dan tidak mendapatkan suplai bantuan dari tentara Portugis yang didatangkan dari Malaka dan Goa akibat tidak bisa menembus blokade pasukan Sultan Ternate selama 5 tahun.