Materi Sejarah Perjuangan Menghadapi Agresi Militer Belanda I

Materi Sejarah Perjuangan Menghadapi Agresi Militer Belanda I

Setelah kurang lebih empat bulan Perundingan Linggarjati disepakati oleh Indonesia dan Belanda, namun secara sepihak Belanda mengingkari hasil dari perundingan tersebut. Belanda masih menuntut dengan mengajukan keinginan kepada pemerintah Indonesia dengan dibentuknya pemerintahan federal sementara yang meliputi wilayah Republik Indonesia dan dibentuknya gendarmerie. Tuntutan tersebut tentu saja ditolak penuh oleh pemerintah, hal tersebut sama saja meniadakan Republik Indonesia. Penolakan tuntutan oleh pemerintah Indonesia inilah yang menjadikan alasan Belanda untuk melancarkan serangan kepada Republik Indonesia di wilayah Sumatera dan Jawa yang dikenal dengan Agresi Militer Belanda I. Akibat agresi tersebut sontak menimbulkan reaksi keras dari dunia internasional seperti India dan Australia yang menuntut Dewan Keamanan PBB untuk menyelesaikan masalah sengketa Indonesia-Belanda. Namun tuntutan tersebut di protes oleh utusan PBB dari Belanda yang menganggap bahwa masalah tersebut merupakan masalah dalam negeri Belanda, Belanda menganggap bahwa Republik Indonesia belum merupakan negara yang berdaulat penuh. Namun hal ini disangkal keras oleh negara-negara seperti Amerika Serikat, India, Australia, dan Rusia.

Selanjutnya tuntutan dari Australia dan India diterima oleh Dewan Keamanan PBB dan selanjutnya Dewan Keamanan PBB pada 1 Agustus 1947 mengeluarkan keputusan kepada Indonesia dan Belanda untuk melakukan gencatan senjata. Selanjutnya pada 11 Agustus 1947 pemerintah RI mendapatkan permintaan menghadiri sidang Dewan Keamanan PBB untuk melakukan pembicaraan dengan Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir dan Haji Agus Salim sebagai juru bicara. Dalam pembicaraan tersebut wakil Indonesia tersebut dalam sidang menjelaskan tentang bagaimana perjuangan rakyat Indonesia dalam mencapai kemerdekaan.

Perjuangan diplomasi melalui PBB ini pun memberikan hasil dengan tindak lanjut dibentuknya KTN atau Komisi Tiga Negara yang mana komisi tersebut terdiri dari Australia yang dipilih Indonesia, Belgia yang dipilih oleh Belanda, dan Amerika Serikat dipilih Belgia dan Australia, komisi tersebut bertugas untuk menghentikan sengketa Indonesia-Belanda.


Perundingan Renville

Atas kerja Komisi Tiga Negara membuat Indonesia-Belanda dipertemukan lagi dalam meja perundingan yang terjadi pada 8 Desember 1947 di atas kapal perang Amerika Serikat yang bernama USS Renville. Dalam perundingan tersebut Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin sedangkan Belanda diwakili oleh Abdulkadir Widjojoatmodjo, Abdul Kadir Widjojoatmodjo merupakan orang Indonesia yang memihak Belanda. Hasil dari Perundingan Renville baru berhasil ditanda tangani pada 17 Januari 1948 dengan hasil sebagai berikut :
1. Republik Indonesia Serikat memiliki kedudukan yang sejajar dengan Belanda dan Uni Indonesia-Belanda,
2. Belanda masih berdaulat atas seluruh wilayah Republik Indonesia dan berakhir apabila kedaulatannya diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat.
3. Republik Indonesia merupakan bagian dari Republik Indonesia Serikat,
4. Pasukan Republik Indonesia di daerah kantong atau daerah kekuasaan Belanda harus ditarik ke Republik Indonesia,
5. Daerah Republik Indonesia yang diduduki Belanda yang merupakan hasil Agresi Militer I, harus diakui sebagai daerah pendudukan Belanda.

Hasil perundingan dari Perundingan Renville membuat Indonesia mengalami kerugian dikarenakan yang semula Perundingan Linggarjati yang menghasilkan keputusan wilayah Republik Indonesia terdiri atas Sumatera, Jawa, dan Madura menjadi dikurangi akibat daerah-daerah tersebut direbut oleh Belanda dalam Agresi Militer I.

Pemberontakan Partai Komunis Indonesia

Pemerintahan Republik Indonesia semakin mengalami berbagai kesulitan diantaranya seperti Partai Komunis Indonesia yang berusaha menggulingkan negara Republik Indonesia. Salah satu tokoh pimpinan Partai Komunis Indonesia seperti Muso yang baru saja kembali dari Uni Sovier pada 11 Agustus 1948 sejak tahun 1926 memanfaatkan kondisi situasi di negara Indonesia yang mengalami krisis ekonomi dan politik untuk mendapatkan simpatisan masyarakat dengan mengkritik kekurangan pemerintahan dan tokoh nasional.

Partai Komunis Indonesia yang dipimpin oleh Muso mengajukan berbagai tuntutan kepada pemerintah Republik Indonesia sebagai berikut ini :
1. Melakukan pertukaran duta dengan Uni Soviet,
2. Menghentikan perundingan dengan Belanda,
3. Memberikan kuota separuh anggota kabinet untuk diberikan kepada anggota Partai Komunis Indonesia.

Karena tuntutan yang tidak mendapatkan tanggapan oleh pemerintah Republik Indonesia, maka Partai Komunis Indonesia melancarkan pemberontakan di Madiun pada 18 September 1948. Hasil dari pemberontakan tersebut membuat Madiun berhasil dikuasai oleh Partai Komunis Indonesia. Tak tinggal diam pemerintah Indonesia mengerahkan kesatuan melalui Kolonel Sungkono, Kolonel Gatot Subroto, Letnan Kolonel Ali Sadikin, Mayor Jonosewojo, Mayor Sabaruddin, Kolonel Abdul Haris Nasution, dan sebagainya. Kesatuan ini berasal dari Jawa Barat (Divisi Siliwangi), Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Hanya membutuhkan waktu kurang dari dua bulan Madiun dan daerah lainnya yang dikuasai Partai Komunis Indonesia berhasil direbut kembali oleh pemerintah Indonesia. Tokoh-tokoh Partai Komunis Indonesia, Muso berhasil ditembak mati ditempat saat melarikan diri, sedangkan Amir Syarifuddin dan tokoh-tokoh lainnya di tangkap dan dihukum mati. Akhirnya pemberontakan Partai Komunis Indonesia sudah berhasil diredam meskipun memakan korban yang banyak serta sempat membuat pertahanan Indonesia menjadi lemah.